Terima kasnih anda telah berkunjung di ibnuhasbie.blogspot.com

Entri Populer

ARSIP

Senin, 15 November 2010

ESENSI MAKNA KURBAN

Saran saya Anda Baca Juga



Hari Raya Korban adalah peristiwa besar yang melambangkan sejarah agama tauhid, pengorbanan yang ikhlas kerana Allah dan usaha terus menerus untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ia merupakan amalan tradisi para nabi sejak Adam hingga Nabi Muhammad s.a.w.
Berkorban merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian, maka seharusnya kita menghayati kembali sabda Nabi s.a.w yang artinya :

”Barang siapa yang mempunyai keluasan rizki, lalu tidak berkorban, maka janganlah mendekati tempat solat kami.” ( Riwayat Ibnu Majah )
Dalam suatu peristiwa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah dari Zaid bin Arqam, pernah seorang sahabat bertanya kepada baginda Rasulullah :
‘‘Wahai Rasulullah, apakah arti korban ini?” tanya sahabat. ‘‘Itulah sunnah dari datukmu Ibrahim,” jawab Rasulullah. “Apakah keuntungan korban itu untuk kita?” tanya sahabat itu lagi. ‘‘Setiap helai bulu hewan korban itu merupakan satu kebaikan (hasanah),” jawab Rasulullah. Seandainya ada sesuatu yang lebih utama dari pada penyembelihan hewan korban yang menjadi penebusan manusia di atas segala nikmat, tentunya Allah tidak akan menyebutkan penyembelihan hewan korban itu meneruskan firman-Nya yang artinya: ”Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar, sebagai tebusan atas Ismail a.s.” ( As-Shaffat: 107 )
Berdasarkan penjelasan hadis dan firman Allah dalam al-Quran, bahwa amalan korban berasal dari Nabi Ibrahim a.s yang kemudian diwarisi oleh baginda Rasulullah sebagai satu ibadah dalam syariat Islam yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan.
Ibadah korban ini berawal dari zaman Nabi Ibrahim. Tatkala Nabi Ibrahim bersama putranya, Ismail, selesai membenahi Kaabah di Mekah atas perintah Allah yang merupakan pusat kegiatan bagi penegakan dasar-dasar tauhid, Allah s.w.t menguji kekokohan iman kedua nabi ini. Pengorbanan itu adalah pengorbanan yang paling tinggi nilainya dalam kehidupan, yaitu pengorbanan jiwa dan raga.
Menurut Imam Syafie, hukum korban adalah sunat muakkad yang amat dianjurkan kepada mereka yang mampu termasuk para hujjaj ( jemaah haji ) yang berada di Mina serta umat Islam yang berada di kampung halamannya sendiri, kerana itu adalah amalan yang amat dicintai Allah pada hari nahr ( Hari Raya ). Namun dengan demikian, terdapat sebagian ulama yang menyatakan ibadah kurban adalah wajib kepada mereka yang mampu berdasarkan firman Allah yang maksudnya :

”Maka dirikanlah shalat kepada Allah ( Tuhanmu ) dan berkorbanlah.” ( Al-Kauthar: 2 ).
Di dalam Al-Quran dijelaskan tentang pengorbanan dua orang anak Nabi Adam. Anak pertama memberi korban dengan tulus ikhlas atas dasar niat demi mematuhi perintah Allah s.w.t. dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dan anak yang kedua juga berkorban akan tetapi tidak berdasarkan atas ketulusan hati dan usaha yang sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Allah.Dengan demikian, korban anak yang pertama diterima di sisi Allah s.w.t, sedangkan anak kedua tidak diterima oleh Allah. Allah berfirman yang artinya :
“Dan bacakanlah ( wahai Muhammad ) kepada mereka kisah ( tentang ) dua orang anak Adam ( Habil dan Qabil ) yang berlaku dengan sebenarnya, yaitu ketika mereka berdua melaksanakan korban ( untuk mendekatkan diri kepada Allah ). Lalu diterima korban salah seorang antara mereka ( Habil ), dan tidak diterimanya ( korban ) dari yang lain ( Qabil ). Berkata ( Qabil ): “Sesungguhnya aku akan membunuhmu.” Lalu Habil menjawab: “ Hanya Allah menerima ( korban ) dari orang-orang yang bertakwa.” (Al-Maidah: 27)
Amalan ibadah korban ini kemudian diteruskan oleh Nabi Ibrahim a.s sebagaimana firman Allah yang artinya :
“Maka tatkala anaknya itu sampai pada masa-masa mendekatkan diri kepada-Nya, Nabi Ibrahim berkata: “Wahai anak kesayanganku. Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku akan menyembelihmu; maka fikirkanlah apa pendapatmu ? Anaknya menjawab: “Wahai ayah, laksanakanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu, insya-Allah, ayah akan mendapati diriku dari orang-orang yang sabar.” (Al-Shaffat: 102)
Mengapa Allah memerintahkan Nabi Ibrahim a.s menyembelih Ismail kemudian membatalkannya dan menebusnya dengan seekor kibasy ? Ini bukanlah hanya ujian semata untuk keduanya, bukan pula hanya sekedar membuktikan ketabahan keluarga Ibrahim, tetapi adalah penjelasan kepada siapa saja bahawa tidak ada sesuatu apapun yang amat bernilai untuk dikorbankan apabila telah tiba panggilan atau seruan Ilahi. Inilah bukti iman sejati. Akan tetapi harus kita ingat bahawa pembatalan tersebut bukanlah kerana nilai manusia yang terlalu mahal untuk berkorban kerana Allah, akan tetapi pembatalan ini lebih bermakna agar seluruh umat manusia mengerti dan menghargai makna kemanusiaan itu sendiri serta besarnya kasih sayang Allah s.a.w kepada umat manusia.
Amalan korban adalah sebagian usaha kita mendekatkan diri ( taqarrub ) kepada Allah s.w.t. Sedangkan mendekatkan hubungan antara manusia dengan Allah ini dikenali sebagai amaliah yang bersifat vertikal. Dan ada juga amaliah yang bersifat horizontal, ibadah penyembelihan korban akan meningkatkan hubungan antara manusia dengan manusia melalui pembagian daging-daging korban terutama kepada orang-orang fakir dan miskin. Ini menunjukkan bahawa takwa yang bersifat personal dan vertikal ( hubungan hamba dengan Tuhannya ) akan selalu sering dan tidak akan terpisahkan dengan hubungan hamba itu yang lainnya. Amal sosial seperti korban ini harus didasarkan niat dan ketulusan hati pada Allah. Melalui ibadah korban inilah tersirat makna yang mendalam bahwa manusia memerlukan pengorbanan dalam menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ibadah korban adalah memanifestasikan rasa syukur dan puncak takwa. Ia menjadi tanda kembalinya manusia kepada Allah s.w.t setelah menghadapi berbagai macam ujian dan terpedaya rayuan setan sehingga menjauhkan diri daripada Allah dan mengingkari larangan-Nya. Korban disyariatkan untuk mengingatkan manusia bahawa jalan menuju kebahagiaan memerlukan pengorbanan berat. Akan tetapi, yang dikorbankan bukanlah manusia, bukan pula nilai-nilai kemanusiaan tetapi hewan sebagai pertanda bahawa pengorbanan harus ditunaikan dan bahwa yang dikorbankan adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia saperti sifat rakus, tamak, ego, mengabaikan norma, nilai dan sebagainya. Secara harfiah, kesempurnaan ibadah korban ini bermakna membunuh segala sifat kebinatangan yang terdapat dalam diri manusia.
Berdasarkan kisah Habil dan Qabil tentang korban yang diterima oleh Allah, jelas menunjukkan bahawa keikhlasan itu adalah sifat yang paling utama dalam ibadah. Amalan berkorban harus dengan hewan yang baik ( sihat ) dan berkualitas baik, tidak cacat, cukup umur serta banyak dagingnya. Walaupun darah atau daging itu tidak sampai kepada Allah, tetapi yang lebih penting adalah ketakwaan kepada Allah. Korban tidak akan memberi makna bagi Allah, kerana Allah tidak memerlukan apapun.
Dengan korban tersebut diharapkan agar ketakwaan kita kepada Allah semakin meningkat. Dan kita adalah hamba-Nya yang sentiasa memerlukan bimbingan serta petunjuk-Nya. Oleh karena itu amal kebajikan, baik yang bersifat sosial maupun yang individual kuncinya ialah takwa. Dalam hal ini Allah s.w.t berfirman yang artinya :

”Daging dan darah binatang korban yang kau persembahkan itu tidaklah sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah amal yang ikhlas yang berdasarkan takwa.” (Al-Hajj: 37)
Bila pelaksanaan korban hewan ternak sebagai ritual keagamaan yang dilakukan pada hari-hari tertentu pada bulan haji, maka segala bentuk pengorbanan yang dilakukan oleh umat Islam pada hari-hari yang lain juga dapat disebut dengan pengorbanan apabila disertai dengan takwa kepada Allah s.w.t.
Sikap itulah yang akan membedakan antara pengorbanan yang dilakukan demi kekasih, demi keluarga dan bangsa yang belum tentu Allah meridhai.

Komentar :

ada 0 komentar ke “ESENSI MAKNA KURBAN”

BERITA HARI INI

 

YAHOO PIPES

BERITA TERBARU

Editor template ibnuhasbie | Untuk template Catatan Harian